Tuesday, September 4, 2007

SKRIPSI_PABS

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Manusia merupakan makhluk yang terdiri dari dua dimensi, yaitu dimensi fisik dan dimensi ruhiyah/psikis. Dalam kajian sufistik dijelaskan bahwa manusia mempunyai dimensi Nasuut (unsur manusiawi) dan Lahuut (unsur ketuhanan). Untuk memenuhi kebutuhan fisiknya, manusia dapat memenuhinya dengan makan, minum, dan kebutuhan fisiologis lainnya. Namun tidak demikian halnya dengan kebutuhan dimensi psikis atau jiwa. Hal tersebut tidaklah mudah untuk mencapai dan memenuhinya. Sebab kebutuhan psikis tidak dapat dipenuhi dengan materi atau benda konkrit seperti makan dan minum, melainkan dapat dipenuhi dengan hal-hal yang bersifat abstrak sebagaimana jiwa juga merupakan sesuatu yang abstrak.
Studi sosiologis1 (Auguste Comte) membuktikan bahwa manusia adalah makhluk pencari Tuhan, artinya menusia dengan segala kelebihannya, juga mempunyai sejumlah kekurangan-kekurangan. Sehingga manusia mencoba untuk berafiliasi dengan orang lain, komunitas lain untuk memenuhi kebutuhan fisik dan psikisnya. Dari upaya tersebut, manusia berusaha untuk memenuhi semua kegelisahan dan kegamangan yang menimpa jiwanya.
Sebuah kenyataan yang tak dapat dipungkiri bahwa manusia juga memuat dimensi kebaikan dan dimensi kejahatan. Hal tersebut merupakan sesuatu yang niscaya sebagaimana bisikan kebaikan dan bisikan kejahatan juga merupakan sesuatu yang niscaya. Dari dua kenyataan tersebut, maka tugas manusia yang sadarlah yang harus menyadarkan manusia yang tergelincir ke jalan yang sesat dan gelap menuju jalan yang telah ditentukan oleh-Nya sebagaimana firman Allah :

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar ; merekalah orang-orang yang beruntung.” (Ali Imran: 104)
Dari itulah, maka manusia yang sadar (para da’i) bertanggung jawab untuk menyadarkan orang-orang yang tersesat menuju jalan yang benar. dalam proses penyadaran tersebut setiap individu atau kelompok (dalam hal ini organisasi atau lembaga dakwah baik formal, informal) mengusahakan sebuah desain program atau aktifitas beserta berbagai strategi dan pendekatan yang akan digunakan untuk mencapai tujuan islam, yaitu pelaksanaan syari’at islam dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. dalam mendesain aktifitas atau program, baik program harian, mingguan, bulanan atau jangka panjang, masing-masing organisasi mempunyai cara dan teknik yang berbeda, termasuk di dalamnya dalam menganalisis latar belakang dari proses pelaksanaan penilaian program dakwah.
Para da’i merupakan agen perubah (agent of change), yakni orang yang mengadakan perubahan-perubahan baik evolutif maupun revolutif dari keadaan sekarang pada keadaan yang diinginkan. Dalam mengusahakan perubahan tersebut terdapat langkah-langkah strategis yang mendukung tercapainya tujuan dakwah, yakni sadarnya umat dan pengamalan syari’at Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Evaluasi program atau kegiatan yang dilakukan oleh setiap organisasi mutlak diperlukan, sebab hal tersebut akan memberikan umpan balik (feedback) terhadap semua program yang telah direncanakan terlebih dahulu serta untuk menganalisa berbagai penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan program-program tersebut. Hasil penilaian tersebut juga akan menjadi cermin bagi perencanaan program yang dibuat. Sehingga dapat diketahui efektifitas dan efesiensi program yang dilaksanakan.
PPSDI merupakan sebuah lembaga dakwah yang berpusat di pesantren Hidayatullah Surabaya, didirikan oleh Ir. Hanifullah. Lembaga ini bergerak di bidang dakwah dengan menggunakan keuggulan multimedia. Hadirnya lembaga ini berangkat dari sebuah filosofi tentang keistimewaan sistematika nuzulnya wahyu sebagai manhaj yang digunakan oleh Hidayatullah bagi kalangan jamaahnya. Oleh karena itu, PPSDI didirikan untuk membuat terobosan baru yang melakukan pelatihan-pelatihan yang menggunakan kajian sistematika nuzulnya wahyu untuk kalangan di luar jamaah Hidayatullah, yaitu para karyawan dan instansi.
Lembaga ini melakukan maintenence (peningkatan) setiap bulannya untuk menjaga keutuhan dari metode pelatihan yang telah berjalan dan sebagai bukti hasil dari kepastian pelatihan-pelatihan. hingga kini, dalam enam bulan perjalanannya, lembaga ini telah membina sebanyak 900 karyawan yang terdiri dari PT.POS Indonesia dan Bank BTN Sidoarjo dan telah menjadikan 14 angkatan dengan memberikan pemahaman metode sistematika nuzulnya wahyu sebagai dasar untuk pemantapan pengetahuan tentang ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw.
Dalam proses pelatihan yang telah dilakukan, lembaga PPSDI menggunakan dua bagian. yaitu bagian yang pertama dilakukan di dalam ruangan yang mana trainer menjelaskan materi dari awal acara hingga selesainya acara dengan menggunakan multimedia. Kemudian apabila ada dari pihak peserta yang tidak begitu mengerti dalam hal ini trainer memberikan waktu di sesi yang lain. Yaitu pada acara halaqoh yang mana semua pertanyaan –pertanyaan yang menyangkut materi ataupun masalah pribadi dipersilahklan untuk diungkapkan kepada pembimbing halaqoh, agar terjalin rasa persaudaraan yang begitu dekat antara semua peserta dan trainer yang bertindak sebagai pembimbing halaqoh. Jadi, dalam sesi ini diterapkan sistem tanya jawab dan kajian psikologis agar para peserta mendapatkan jawaban dari setiap permasalahan yang mereka alami dan rasakan.
Layaknya lembaga yang bergerak dibidang pelatihan, lembaga PPSDI juga memiliki metode evaluasi atau penilaian yang dilakukan setelah mengadakan pelatihan. Pelaksanaan penilaian program dakwah ini telah dilakukan oleh PPSDI untuk mengetahui perkembangan, kekurangan serta komponen-komponen yang terlibat di dalamnya, hal tersebut menjadi bahan masukan untuk melakukan pelatihan yang lebih baik dan sistematis.
Sudah banyak lembaga pelatihan yang juga memperhatikan evaluasi program yang telah mereka laksanakan sebelum, selama dan setelah pelatihan itu berlangsung. Seperti yang dilakukan ESQ di bawah asuhan Ary Ginanjar, SSQ di bawah asuhan Fahmi Basya dan masih banyak lagi lembaga-lembaga yang lain juga melakukan hal yang sama.
Layaknya lembaga lainnya, PPSDI juga melakukan penilaian terhadap komponen-komponen yang terlibat di dalam lembaga ini yang terdiri dari trainer yakni Ustadz Hanifullah sebagai pemateri utama bersama Ustadz Sohibul Anwar juga Ustadz Suhail, materi yang disampaikan apakah sudah mengandung nilai-nilai SNW di dalamnya atau belum, peralatan yang digunakan terdiri dari sound sistem, LCD dan peralatan yang mendukung pelatihan tersebut, serta meminta masukan berupa pesan dan kesan dari peserta pelatihan untuk dijadikan bahan evaluasi program dakwah yang mereka lakukan.
Fenomena-Fenomena di ataslah yang melatarbelakangi dan memotivasi peneliti untuk mengkaji lebih dalam dan mengujinya serta mendeskripsikan tentang pelaksanaan evaluasi program dakwah yang dilakukan oleh lemabaga pelatihan PPSDI dan bisa memberikan nuansa baru bagi para pengemban misi dakwah yang mulia ini untuk terus memuhasabah dan melaksanakan penilaian terhadap program dakwah. Dan diharapkan pelaksanaan evaluasi program dakwah ini bisa menjadi wacana alternatif bagi lembaga-lembaga pelatihan yang telah ada pada saat ini.

1.2. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang masalah di atas, maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimanakah Evaluasi Program Dakwah PPSDI ?.
1.3. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan evaluasi program atau aktifitas dakwah PPSDI.
1.4. MANFAAT PENELITIAN
1.4.1.Manfaat teoritis
Adapun kegunaan penelitian ini secara teoritis adalah:
1.Sebagai bahan referensi atau acuan bagi tokoh agama, juru dakwah, aktivis dakwah, cendekiawan, lembaga dakwah, dan orang-orang yang memilki semangat untuk mengembangkan dan memperjuangkan Islam,
2.Untuk memperkaya khazanah keilmuan keislaman, yakni kajian yang berkaitan dengan penilaian sebuah program dakwah yang dilakukan oleh lembaga dakwah seperti PPSDI
3.Kontribusi bagi peneliti dalam memperkaya dan mempertajam pengetahuan tentang evaluasi program dakwah yang berlandaskan al-Qur’an dan as-Sunnah yang menjadi dasar pergerakan dakwah Islam.
1.4.2.Manfaat praktis
Adapun kegunaan studi penelitian ini secara praktis adalah:
a. Bagi peneliti
Sebagai upaya nyata bagi peneliti dalam memahami dan mendalami pelaksanaan evaluasi program dakwah PPSDI.
b. Bagi PPSDI
Sebagai sumbangsih saran dan masukan bagi PPSDI dalam melaksanakan evaluasi program dan aktifitas dakwahnya.
c. Bagi STAI Luqman Al-Hakim
Sebagai sumbangsih literatur bagi perpustakaan STAIL dan bahan acuan bagi peneliti selanjutnya.
1.5. DEFINISI OPERASIONAL
a.Evaluasi
Suatu tindakan atau proses untuk menentukan nilai dari sesuatu.2 Bisa juga berarti proses yang menentukan sejauh mana sebuah tujuan bisa dicapai. Dalam hal ini pelaksanaan evaluasi program dakwah di lembaga pelatihan PPSDI yang bisa mengetahui sejauh mana tujuan dakwah yang telah direncanakan bisa tercapai, dan bertujuan untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan melalui pelaksanaan evaluasi. dalam penelitian ini peneliti menggunakan program improvement dalam model UCLA sebagai model evaluasi dan menggunakan pendekatan The User Oriented Approach yaitu pendekatan yang berorientasi kepada pemakai. Hal tersebut bisa dijadikan masukan untuk melaksanakan program yang lebih baik dan memperbaikinya di masa yang akan datang.
b.Program
Rencana atau rancangan kegiatan.3 Dalam hal ini rancangan kegiatan yang telah dilakukan oleh lembaga pelatihan ini, baik dari program pelatihan maupun rancangan kegiatan yang lain seperti halaqah dan out bond.
c. Dakwah
Menurut syeikh Ali Mahfudz adalah mendorong manusia pada kebaikan dan petunjuk, memerintahkan pada perbuatan yang diketahui kebenarannya, melarang perbuatan yang merusak diri sendiri dan orang lain agar mereka memperoleh kebahagiaan didunia dan diakhirat4.
Dalam hal ini kegiatan pelaksanaan evaluasi program dakwah sebagai tolok ukur untuk mencapai tujuan dakwah yang telah dicanangkan oleh lembaga ini. Dakwah di sini dimaksudkan adalah program kegiatan yang telah dilakukan oleh PPSDI dan pelaksanaan evaluasi dari dakwah yang telah dilakukan.
d. PPSDI
Sebuah lembaga pelatihan yang berada di Pondok Pesantren Hidayatullah yang bergerak di bidang dakwah dengan menggunakan multi media sebagai media dakwah dengan materi Sistematika Nuzulnya wahyu (SNW).
Dari paparan definisi operasional di atas, maka yang dimaksud peneliti dengan judul penelitian di atas adalah penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan dan mendeskripsikan evaluasi program dakwahnya yang dilakukan oleh PPSDI Hidayatullah Surabaya.
1.6. METODE PENELITIAN
1.Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskripitf. Karena penelitian ini mencoba memaparkan suatu gejala individu maupun kelompok tertentu,. dalam hal ini program dakwah PPSDI Surabaya sebagai obyek dakwah. Hal ini diungkapakan Moeleong, bahwa menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda. Metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden. Metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.
Sedangkan metode deskriptif adalah metode yang hanya memaparkan situasi atau peristiwa yang berhubungan dengan data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Hal ini disebabkan oleh adanya penerapan metode kualitatif. Selain itu semua yang dikumpulkan yang kemungkinan menjadi kunci terhadap penelitian yang sudah diteliti.
2.Instrumen Penelitian
a). Peneliti
Dalam penelitian kualitatif, maka, peneliti sendiri merupakan alat atau instrumen pengumpul data utama.
b). Informan
Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan latar belakang penelitian. Jadi, informan harus benar-benar mengetahui kondisi dan situasi di lapangan dalam memberikan informasi kepada peneliti secara sukarela. Dalam hal ini para anggota dan komponen-komponen yang terlibat dalam PPSDI, yakni Ustadz Abdullah Azzam sebagai Direktur Marketing dan Ustadz Mas’ud sebagai bagian administrasi.
c). Key Informan
Orang yang mengetahui situasi lapangan penelitian dengan baik dan yang mengkonsep serta menerapkan program dakwah yang direncanakan, dalam hal ini pihak yang memiliki kompetensi dalam menjalankan program yang akan mereka jalankan. Key informan adalah orang yang paling berperan dalam lembaga PPSDI dalam hal ini direktur PPSDI, yakni Ustadz Ir. Hanifullah.
3.Metode Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa teknik-teknik sebagai berikut:
a). Observasi (pengamatan)
Observasi adalah serangkaian pengamatan dan pencatatan dengan sistematis dari fenomena-fenomena yang diselidiki, baik secara langsung maupun tidak langsung. Observasi adalah suatu pengamatan secara sengaja untuk mendapatkan data serta menilai keadaan lingkungan dan untuk memperoleh kebenaran hasil penelitian5.
Dalam penelitian ini, peneliti mengobservasi pelaksanaan evaluasi yang dilakukan oleh lembaga PPSDI di akhir pelatihan.
b). Interview (wawancara)
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan ini dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (yang mengajukan pertanyaan) dan yang diwawancarai serta memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Adapun tahapan-tahapan wawancara meliputi:
1.Menentukan siapa yang diwawancarai
2.Mempersiapkan wawancara
3.Melakukan wawancara dan memelihara agar wawancara produktif
4.Menghentikan wawancara dan memperoleh rangkuman wawancara
Dengan demikian, menggali data dengan key informan, sangatlah diperlukan guna memperoleh data yang valid.
c). Dokumentasi
Dokumentasi adalah Teknik pengumpulan data dengan pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen. Menurut Moeleong, dokumen adalah setiap bahan tertulis atau film. Dokumen ini terdiri dari Pribadi, film dokumenter, dan dokumen resmi yang berisi tentang informasi keadaan, program atau bahkan aturan suatu lembaga.
5.Teknik Analisa Data
Menurut moeleong analisa data adalah : proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan suatu uraian dasar (moeleong, 2002, hal 103)
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik analisa data secara induktif, yakni peneliti berangkat dari fakta-fakta pendukung yang spesifik menuju pada arah yang lebih umum untuk mencapai suatu kesimpulan atau untuk membangun teori baru. Penggunaan analisis induktif ini karena beberapa alasan sebagai berikut:
a.Proses induktif lebih dapat menemukan kenyataan-kenyataan ganda sebagaimana terdapat dalam data.
b.Analisis induktif lebih dapat membuat hubungan peneliti dan responden menjadi eksplisit, dapat dikenal dan akuntabel.
c.Analisis induktif lebih dapat menguraikan latar belakang secara penuh dan dapat membuat keputusan tentang dapat atau tidaknya pengalihan kepada suatu latar lainnya.
Setelah data diperoleh, maka peneliti melakukan langkah-langkah Sebagai berikut:
1.Peneliti menelaah data-data dari berbagai sumber, yaitu dari hasil wawancara, hasil pengamatan lapangan, dan dokumentasi yang peneliti peroleh selama pelaksanaan penelitian.
2.Mereduksi data dengan jalan membuat abtraksi, yaitu usaha membuat rangkuman yang inti, proses, dan pernyataan-pernyataannya perlu dijaga sehingga tetap berada di dalamnya.
Setelah peneliti mereduksi data dengan cara membuat abtraksi, maka peneliti menyusunnya dalam satuan-satuan dan kategorisasi yang dilakukan sambil membuat koding. Satuan merupakan alat untuk menghaluskan data. Setelah itu, peneliti mengadakan pemeriksaan keabsahan data
Penulisan ini menggunakan teknik analisa kualitatif, yakni menginterpretasi temuan data dengan teori yang telah ada. Kedudukan analisis sangatlah penting. Hal ini dapat dilihat dari tujuan penelitian. Analisis data menurut Patton (1980: 268) adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam satu pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Karena prinsip dari penelitian kualitatif adalah menemukan teori dari data.
Dengan demikian dalam penulisan ini penulis mencari fakta-fakta yang ada pada kegiatan yang berkaitan dengan penilaian program dakwah PPSDI, kemudian penulis memadukan dengan teori yang terkait dengan penulisan ini, sehingga informasi dari pengambilan kebijakan dapat dijamin validitasnya dan legitimasinya. Kemudian mengambil kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan kemudian peneliti mengkomparasikan data-data yang bersifat empiris dengan data teoritis, dan terakhir, peneliti memaparkan ide-ide atau pemikiran yang berhubungan dengan hasil penelitian itu secara reflektif dalam melakukan penyempurnaan terhadap kondisi realitas subyek penelitian.
1.7. SISTEMATIKA PEMBAHASAN
Bab I Pendahuluan
Pendahuluan berisi Latar Belakang masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Definisi Operasional, Metode Penelitian dan Sistematika Pembahasan.
Bab II Kajian Pustaka
Kajian pustaka berisikan tentang pengertian evaluasi, prinsip evaluasi, kriteria evaluasi, tujuan evaluasi, pendekatan evaluasi, model evaluasi.
Bab III Metode Penelitian
Jenis dan pendekatan penelitian, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data, instrumen pengumpulan data, teknik analisa data, prosedur penelitian
Bab IV Penyajian Data
Gambaran umum PPSDI Hidayatullah Surabaya sejarah berdiri, visi dan misi, tujuan, target, struktur, organisasi, program dakwah, kegiatan dakwah dan evaluasi program dakwah PPSDI.
Bab V Analisa Data
Relevansi Hasil Temuan dengan Teori
BAB VI Penutup
Kesimpulan, Saran dan Penutup.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI EVALUASI
Menurut Ralph Tyler, evaluasi adalah proses yang menentukan sejauhmana tujuan dapat dicapai. Sedangkan Cronbach Stufflebeam, dan Alkin mendefinisikan evaluasi sebagai usaha menyediakan informasi untuk pembuat keputusan. Adapun Malcolm dan Provus mendefinisikan evaluasi sebagai perbedaan apa yang ada dengan suatu standar untuk mengetahui apakah ada selisih.
Evaluasi adalah pembuatan pertimbangan menurut suatu perangkat kriteria yang disepakati dan dapat dipertanggung jawabkan. Menurut TR Morrison terdapat tiga faktor penting dalam konsep evaluasi, yaitu; pertimbangan (judgement), deskripsi obyek penilaian, dan kriteria yang tertanggung jawab. Aspek keputusan itu yang membedakan evaluasi sebagai suatu kegiatan dan konsep dari kegiatan lainnya, seperti pengukuran (measurement)6.
Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para pakar evaluasi di atas, maka peneliti menyimpulkan evaluasi adalah suatu proses dalam rangka menentukan sejauhmana tujuan suatu program dicapai berdasarkan standar yang telah ditentukan sebelumnya.
2.2. PRINSIP EVALUASI
a.Prinsip berkesinambungan, artinya evaluasi dilakukan secara berlanjut.
b.Prinsip menyeluruh, artinya keseluruhan aspek dalam program dievaluasi.
c.Prinsip objektif, artinya evaluasi mempunyai tingkat kebebasan dari subyektifitas atau bias pribadi evaluator
d.Prinsip keterandalan dan shohih, yaitu mengandung internal konsistensi dan benar-benar mengukur apa yang harus diukur.
e.Prinsip penggunaan kriteris, yaitu kriteria internal dan eksternal untuk evaluasi program.
f.Prinsip kegunaan, artinya evaluasi yang dilakukan handaknya sesuatu yang bermanfaat, baik untuk kepentingan pimpinan maupun bawahan.
2.3. TUJUAN EVALUASI
Ditinjau dari bentuk-bentuk evaluasi, maka evaluasi bertujuan untuk, evaluasi formatif untuk bertujuan untuk perbaikan dan pengembangan kegiatan yang sedang berjalan, sedang evaluasi sumatif bertujuan untuk pertanggungjawaban, keterangan, seleksi dan lanjutan7. Menurut Stufflebeam yang membagi evaluasi kepada proactive evaluation, yakni melayani pemegang keputusan, sedangkan retroactive evaluation bertujuan untuk keperluan pertanggungjawaban.
Jadi, evaluasi hendaknya bertujuan dalam membantu pengembangan, implementasi, kebutuhan suatu program, perbaikan program, pertanggungjawaban, seleksi, motivasi, menambah pengetahuan dan dukungan dari stakeholders.
Salah satu tujuan evaluasi adalah;
a)Untuk memperoleh dasar bagi pertimbangan akhir suatu periode kerja, apa yang telah dicapai, apa yang belum dicapai, dan apa yang perlu mendapat perhatian khusus.
b)Untuk menjamin cara kerja yang efektif dan efisien yang membawa organisasi pada penggunaan sumber daya yang dimiliki secara efesien dan ekonomis.
c)Untuk memperoleh fakta tentang kesulitan, hambatan, penyimpangan dilihat dari aspek-aspek tertentu.
2.4. KRITERIA EVALUASI
Ada dua jenis kriteria yan digunakan dalam evaluasi program, yaitu kriteria internal dan kriteria eksternal. Kriteria internal adalah standar yang dapat diaplikasikan terhadap suatu program dalam rangka program itu sendiri. Kriteria eksternal adalah standar yang diterapkan terhadap suatu program dari suatu sumber di luar kerangka program.
2.4.1.KRITERIA INTERNAL
a.Kriteria internal yang digunakan, yaitu koherensi. Koherensi adalah konsistensi di antara unsur-unsur yang bertautan.
b.Kriteria internal yang dipergunakan, yaitu penyebaran sumber.
c.Tanggapan pemakai, sikap dan reaksi pemakai yang berpartisipasi dalam program sering menjadi kriteria.
d.Tanggapan penyedia
e.Keefektifan penggunaan biaya (cost effectiveness)
f.Kemampuan generatif
g.Dampak
2.4.2.KRITERIA EKSTERNAL
a. Pengarahan kebijakan
b.Cost benefit analysis
c.Efek pelipatgandaan
2.5.MACAM-MACAM EVALUATOR
a.Penilai (evaluator) Informal
Penilai informal adalah penilai (tanpa authority) melakukan penilaian mengenai kualitas kerja dan pelayanan yang diberikan oleh masing-masing guru baik atau buruk. Penilai ini adalah masyarakat, stakeholders dan atau rekanan.
b.Penilai (evaluator) Formal
Penilai formal adalah seseorang atau komite yang mempunyai wewenang formal menilai bawahannya di dalam maupun di luar pekerjaan dan berhak menetapkan kebijaksanaan selanjutnya terhadap setiap individu pegawai. Peniali formal dibedakan menjadi dua, yaitu penilai individual dan kolektif.
1.Penilai (evaluator) Individual
Penilai individual adalah seorang atasan langsung yang secara individual menilai perilaku dan prestasi kerja setiap pegawai atau bawahannya.
2.Penilai (evaluator) Kolektif
Penilai kolektif adalah suatu tim atau kolektif secara bersama-sama melakukan penilaian prestasi karyawan dan menetapkan kebijaksanaan selanjutnya terhadap karyawan tersebut.
2.6. MODEL EVALUASI PROGRAM
Model evaluasi adalah model desain evaluasi yang dibuat oleh ahli-ahli atau pakar-pakar evaluasi yang biasanya dinamakan sama dengan pembuatnya atau tahap pembuatannya. Model-model tersebut dianggap standart atau dapat dikatakan merek standart dari pembuatannya.
Di samping itu ada ahli evaluasi yang membagi evaluasi sesuai dengan misi yang akan dibawakannya serta kepentingan atau penekanannya atau juga dapat disebut sesuai dengan paham yang dianutnya yang disebut pendekatan, atau approach8.
Evaluasi juga dibedakan berdasarkan waktu pelaksanaannya, kapan evaluasi dilakukan, untuk apa evaluasi dilakukan, dan acuan serta paham yang dianut oleh evaluator.
2.6.1.Model Evaluasi CIPP
Stufflebeam adalah ahli yang mengusulkan pendekatan yang berorientasi kepada pemegang keputusan untuk menolong administrator dalam membuat keputusan. Ia merumuskan evaluasi sebagai suatu proses menggambarkan, memperoleh, dan menyediakan informasi yang berguna untuk menilai alternatif keputusan. Dia membuat pedoman kerja untuk melayani para manajer dan administrator menghadapi empat macam keputusan program pendidikan, membagi evaluasi menjadi empat macam, yaitu ;
1.Contect Evaluation To Serve Planning Decision. Konteks evaluasi ini membantu merencanakan keputusan, menentukan kebutuhan yang akan dicapai oleh program, dan merumuskan tujuan program.
2.Input Evaluation, Structuring Decision. Evaluasi ini menolong mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber yang ada, alternatif apa yang diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai kebutuhan. Bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya.
3.Process Evaluation, To Serve Implementing Decision. Evaluasi proses untuk membantu mengimplementasikan keputusan. Sampai sejauhmana rencana telah diterapkan?. Apa yang harus direvisi? Begitu pertanyaan tersebut terjawab, prosedur dapat dimonitor, dikontrol, dan diperbaiki.
4.Product Evaluation. Evaluasi produk untuk menolong keputusan selanjutnya. Apa hasil yang telah dicapai ? apa yang dilakukan setelah program berjalan?.
Berangkat dari huruf awal dari masing-masing evaluasi di atas, maka metode ini terkenal dengan sebutan CIPP.
2.6.2.Model UCLA
Alkin menulis tentang kerangka kerja evaluasi yang hampir sama dengan model CIPP. Alkin mendefinisikan evaluasi sebagai suatu proses meyakinkan keputusan, memilih informasi yang tepat, mengumpulkan dan menganalisis informasi sehingga dapat melaporkan ringkasan data yang berguna bagi pembuat keputusan dalam memilih beberapa alternatif. Ia mengemukakan lima macam evaluasi, yakni ;
1.Sistem Assessment, yang memberikan informasi tentang keadaan atau posisi sistem.
2.Program Planning, membantu pemilihan program tertentu yang mungkin akan berhasil memenuhi kebutuhan program.
3.Program Implementation, yang menyiapkan informasi apakah program sudah diperkenalkan kepada kelompok tertentu yang tepat seperti yang direncanakan ?.
4.Program Improvement, yang memberikan informasi tentang bagaimana program berfungsi, bagaimana program bekerja, atau berjalan?. Apakah menuju pencapaian tujuan, adakah hal-hal atau masalah-masalah baru yang muncul tak terduga ?
5.Program Certification, yang memberikan informasi tentang nilai atau guna dan manfaat program.
2.6.3.Model Brinkerhoff
Setiap desain evaluasi umumnya terdiri atas elemen-elemen yang sama, ada banyak cara untuk menggabungkan elemen-elemen tersebut, masing-masing ahli atau evaluator mempunyai konsep yang berbeda dalam hal ini. Brinkerhoff dan Cs. dalam (Farida: 15) mengemukakan tiga golongan evaluasi yang disusun berdasarkan penggabungan elemen-elemen yang sama seperti evaluator lain, namun dalam komposisi dan versi mereka sendiri sebagaimana berikut :
1.Fixed vs Emergent Evaluation
Desain evaluasi yang tetap (fixed) ditentukan dan direncanakan secara sistematik sebelum implementasi dikerjakan. Desain dikembangkan berdasarkan tujuan program disertai seperangkat pertanyaan yang akan diperoleh dari sumber-sumber tertentu. Rencana analisis dibuat sebelumnya dimana si pemakai akan mnenerima informasi seperti yang telah ditentukan dalam tujuan. Walaupun desain fixed ini lebih terstruktur dari pada desain emergent, desain fixed juga dapat disesuaikan dengan kebutuhan yang mungkin berubah. Kebanyakan evaluasi formal yang dibuat secara individu dibuat berdasarkan desain fixed, karena tujuan program telah ditentukan dengan jelas sebelumnya, dibiayai melalui usulan atau proposal evaluasi.
Desain fixed ini relatif memakan biaya banyak. Kegiatan-kegiatan berkisar antara membuat pertanyaan-pertanyaan, menyiapkan dan membuat instrumen, menganalisis hasil evaluasi, dan melaporkan secara formal hasil evaluasi kepada pemakai.
Komunikasi antara evaluator dan audiensi atau klien dilakukan secara teratur, biasanya formal atau tertulis.
Evaluator berpedoman pada tujuan program untuk merumuskan masalah atau pertanyaan-pertanyaan desain dan menstimulasi audiensi yang relevan untuk mengembangkan dan membetulkan pertanyaa tersebut.
Strategi pengumpulan informasi khususnya menggunakan cara-cara formal seperti tes, survei, kuesioner, rating scale, juga metode penelitian, kriteria penelitian seperti validitas internal dan eksternal juga reliabilitas dianggap penting. Pengumpulan data biasanya secara kuantitatif.
Desain biasanya dibicarakan dan dirundingkan dengan pemakai yang utama atau pemesan. Bila ada perubahan biasanya hanya untuk lebih memperlancar pencapaian tujuan dan rencana utama.
Desain evaluasi emergent. Evaluasi ini dibuat untuk beradaptasi dengan pengaruh dan situasi yang sedang berlangsung dan berkembang seperti menampung pendapat-pendapat audiensi, maslah-masalah, kegiatan program. Evaluasi ini menghabiskan banyak waktu dari permulaan sampai akhir mencari tujuan dan isu, karenanya semuanya pada dasarnya tidak dikhususkan dan ditentukan sebelumnya.
Biaya relatif lebih besar. Sumber-sumber dalam desain ditentukan untuk mengamati program dan memfokuskan pertanyaan lebih lanjut.
Evaluator tidak mendorong audiensi untuk memikirkan tentang program atau isu evaluasi. Audiensi menentukan isu-isu penting dan informasi yang diperlukan desain.
Komunikasi antar evaluator dan audiensi terus berkesinambungan selama proses evaluasi.
Observasi, studi kasus, dan laporan tim penyokong merupakan contoh metode evaluasi ini. Pengukuran yang tidak selalu berpedoman pada tujuan biasanya dilakukan, dan evaluator sering mengorbankan ketepatan pengukuran untuk lebih berguna. Informasi yang kualitatif biasanya dikumpulkan. Desain terus berkembang, berubah dan bereaksi sesuai dengan situasi dan kondisi yang dapat dikatakan tak pernah berhenti.
2.Formative vs Summative Evaluation
Evaluasi formatif digunakan untuk memperoleh informasi yang dapat membantu memperbaiki proyek, kurikulum, atau lokakarya. Dibuat untuk digunakan karyawan, dapat juga mengorbankan kepentingan orang luar untuk lebih bermanfaat bagi program. Ada yang mengatakan bahwa evaluasi yang paling melindungi program adalah evaluasi formatif.
Fokus evaluasi berkisar pada kebutuhan yang dirumuskan oleh karyawan atau orang-orang program. Evaluator sering merupakan bagian dari pada program dan bekerja sama dengan orang-orang program. Strategi pengumpulan informasi mungkin juga dipakai, tetapi penekanan pada usaha memberikan informasi yang berguna secapatnya bagi perbaikan program. Desain evaluasi(fixed and emergent) dibuat bersama orang-orang proyek dan direvisi untuk mencapai kebutuhan mereka.
Evaluasi sumatif dibuat untuk menilai kegunaan suatu obyek. Sering diminta atau dibiayai oleh pemakai, oleh pemesan, atau oleh sponsor atau administrator untuk urusan pajak. Evaluasi sumatif digunakan untuk menilai apakah suatu program akan diteruskan atau dihentikan saja. Evaluator harus dapat dipercaya oleh sejumlah audiensi yang akan dipengaruhi oleh keputusan tersebut. Untuk usaha yang dibiayai oleh perorangan, evaluasi sumatif ini lebih populer dari pada evaluasi formatif. Tidak begitu populer untuk karyawan program, bagaiman akan dipakai, dan apakah akan dipakai tergantung kepada pembuat keputusan.
Pada evaluasi sumatif, evalusi berfokus pada variabel-variabel yang dianggap penting oleh sponsor atau pembuat keputusan. Evaluator luar atau tim revieu sering dipakai, karena evaluator internal dapat mempunyai minat yang berbeda. Strategi pengumpulan informasi akan memaksimalkan validitas eksternal dan internal yang mungkin dikumpulkan dalam waktu yang cukup lama.
Desain evaluasi sumatif dapat berupa emergent, dapat juga berupa fixed, dibuat untuk mencapai kebutuhan sponsor dan pemegang kunci keputusan.
3.Desain Experimental and Desain Quasi Experimental Design vs Natural/Unobtrusive Inguiry
Beberapa evaluasi memakai metodologi penelitian klasik. Dalam hal seperti ini, subyek penelitian diacak, perlakuan diberikan, dan pengukuran dampak dilakukan. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menilai manfaat suatu objek, suatu program atau strategi baru yang dicobakan. Apabila lembaga atau program dipilih secara acak, maka geberalisasi dapat dibuat pada populasi yang agak luas. Namun sepertinya tidak etik untuk mengintervensi ke dalam lingkungan pendidikan dengan memilih atau memberi perlakuan. jadi, sampai sejauh mana lingkungan dapat dimanipulasi dan sampai sejauh mana suatu strategi dianggap pantas, merupakan pemikiran yang cukup serius dalam bidang ini.
Dalam beberapa hal, intervensi tidak mungkin dilakukan atau tidak dikehendaki. Apabila proses sudah terjadi, evaluator harus melihat dokumen-dokumen sejarah, mempelajari nilai tes, atau menganalisis penelitian yang dilakukan. Bila dianggap penting untuk mengevaluasi suatu lingkungan atau program agar dapat diperbaiki, evaluator mungkin memilih mengamatinya, bicara dengan orang-orang terlibat, dan selalu merendah (low profile), sehingga program yang mereka evaluasi tidak terancam dan mengubah diri karena kehadiran evaluator. Banyak metodologi, termasuk observasi, survei, analisis meta, studi kasus, dan wawancara dapat dilakukan seperti itu untuk mengurangi dampak evaluasi pada orang dan proyek, dan memaksimalkan laporan yang sebenarnya.
Desain penelitian klasik memakan banyak waktu dan biaya yang digunakan untuk mempersiapkan instrumen untuk menilai perlakuan, data kuantitatif biasanya dikumpulkan, dan kriteria statistik juga digunakan. Kriteria statistik berfokus pada hasil program dan dibuat sebelumnya. Interaksi dengan audiensi dilakukan untuk membuat rencana, mengumpulkan informasi, dan melaporkan kembali.
Strategi pengumpulan data terutama menggunakan instrumen formal seperti tes, survei, kuesioner, dan skala rating serta memakai metode penelitian yang standar. Kriteria penelitian seperti internal dan external validity dianggap penting. Data yang dikumpulkan kebanyakan kuantitatif. Desain penelitian biasanya dibuat bersama pemesan atau pemakai. Bila ada perubahan, hanya untuk memperlancar pencapaian tujuan sesuai rencana.
Desain penelitian natural inquiry. Evaluator menghabiskan banyak waktu untuk mengamati dan berbicara dengan audiensi yang relevan. Strategi yang multiple dan sumber-sumber yang dipakai untuk mempertinggi rabilitas pengumpulan data. Evaluator merundingkan isu dengan audiensi, hal ini dilakukan sesuai dengan cara evaluator. Interaksi dengan audiensi berkesinambungan dan informal. Observasi, studi kasus, laporan tim penyokong, merupakan ciri-ciri desain penelitian ini. Demi untuk lebih berguna, evaluator sering mengorbankan pengukuran dan tujuannya.
2.6.4.Model Stake atau Countenance
Analisis proses evaluasi yang dikemukakan oleh Stake membawa dampak yang cukup besar dalam bidang ini dan meletakkan dasar yang sederhana namuan merupakan konsep yang cukup kuat untuk perlkembanganyang lebih jauh dalam bidang evaluasi. Stake menekankan adanya dua dasar kegiatan dalam evaluasi ialah descriptions dan judgement dan membedakan adanya tiga tahap dalam sebuah program, yaitu antecedents (context), transsaction (process), dan outcomes (output).
Dengan demikian, dalam penelitian ini peneliti menggunakan model UCLA (program improvement) sebagai model acuan dalam melakukan penelitian. Karena dinilai sangat cocok dengan objek penelitian.
2.7. PENDEKATAN EVALUASI PROGRAM
Yang dimaksud dengan pendekatan evaluasi adalah beberapa pendapat tentang apa tugas evaluasi dan bagaimana evaluasi tersebut dilakukan, dengan kata lain tujuan dan prosedur evaluasi.
2.7.1.Pendekatan Experimental
Yang dimaksud dengan pendekatan eksperimental adalah evaluasi yang berorientasi pada penggunaan eksperimental science dalam program evaluasi. Pendekatan ini berasal dari kontrol eksperimen yang biasanya dilakukan dalam penelitian akademik.
Tujuan evaluator adalah untuk memperoleh kesimpulan yang bersifat umum tentang dampak suatu program tertentu yang mengontrol sebanyak-banyaknya faktor dan mengisolasi pengaruh program. Evaluator berusaha sekuat tenaga menggunakan metode saintifik sebanyak mungkin.
2.7.2.Pendekatan Orientasi Tujuan (Goal Oriented Approach)
Cara yang paling logis untuk merencanakan suatu program adalah merumuskan tujuan umum dan khusus dan membentuk kegiatan program untuk mencapai tujuan tersebut. Hal yang sama juga diperoleh pada pendekatan orientasi tujuan pada evaluasi. Pendekatan ini memakai tujuan program sebagai kriteria untuk menentukan keberhasilan. Evaluator mencoba mengukur sampai dimana pencapaian tujuan telah dicapai.
Pendekatan evaluasi semacam ini merupakan pendekatan yang sangat wajar dan praktis untuk desain dan pengembangan program. Model ini memberi petunjuk kepada pengembangan program, menjelaskan hubungan antar kegiatan khusus yang ditawarkan dan hasil yang akan dicapai. Peserta tidak hanya harus menjelaskan hubungan tersebut di atas, tetapi juga harus menentukan hasil yang diinginkan dengan rumusan yang telah diukur. Dengan demikian ada hubungan yang logis antara kegiatan, hasil, dan prosedur pengukuran hasil.
Tidak semua program direncanakan seperti tersebut di atas, merumuskan tujuan dengan jelas. Maka evaluator yang menganut pendekatan ini akan membantu klien merumuskan tujuannya dan menjelaskan hubungan antara tujuan dengan kegiatan. Bila ini sudah tercapai maka pekerjaan evaluasi akan menjadi lebih sederhana.
Kalau evaluator berbicara tentang tujuan, klien kebanyakan berbicara tentang hasil. Namun program dapat mempunyai tujuan dan prosedur. Evaluator juga dapat membantu klien menerangkan rencana penerapan dan dapat melihat proses pencapaian tujuan yang memperlihatkan kemampuan program menjalankan kegiatan sesuai rencana. Begitu tujuan umum dan tujuan khusus terjelaskan, tugas evaluator menentukan sampai sejauhmana tujuan program telah tercapai. Bermacam-macam alat ukur akan dipakai untuk melakukan tugas ini, tergantung pada tujuan yang akan diukur. Hasil evaluasi akan berisi penjelasan tentang status tujuan program. Dalam hal ini keberhasilan diukur dengan kriteria program khusus bukan dengan kelompok kontrol atau dengan program lain seperti halnya dalam pendekatan eksperimen. Tentu saja prosedur untuk mengukur pencapaian tujuan diusahakan sekuat tenaga. Mereka juga memakai analisis statistik bila dinggap lebih baik.
Kelebihan pendekatan yang berorientasi tujuan ini ialah terletak pada hubungan antara tujuan dengan kegiatan dan penekanan pada elemen yang penting dalam program yang melibatkan individu pada elemen khusus bagi mereka. Namun keterbatasan pendekatan ini adalah kemungkinan evaluasi ini melewati konsekwensi yang tak diharapkan akan terjadi.
Pendekatan ini mempengaruhi hubungan antara evaluator dan klien, karena proses memperjelas tujuan ini memerlukan interaksi yang sering dengan klien, maka sifat independen evaluator tidak seperti pada pendekatan eksperimen. Evaluator lebih bersifat seperti mentor terhadap klien. Jarang digunakan teknik statistik canggih dalam pendekatan ini. Hubungan evaluator dan klien menjadi lebih erat. Apabila tujuan sudah dirumuskan dalam bentuk yang mudah diukur, maka seluruh proses evaluasi menjadi lebih mudah dan sederhana.
2.7.3.Pendekatan Orientasi Keputusan
Pendekatan evaluasi yang berfokus apada keputusan, menekankan pada peranan informasi yang sistematik untuk pengelola program dalam menjalankan tugasnya. Sesuai dengan pandangan ini, informasi akan sangat berguna apabila dapat membantu para pengelola program membuat keputusan. Oleh sebab itu, kegiatan evaluasi harus direncanakan sesuai dengan kebutuhan untuk keputusan program.
Pengumpulan data dan laporan dibuat untuk menambah efektifitas pengelola program. Selanjutnya karena program sering berubah selama beroperasi dari awal sampai akhir, kebutuhan pemegang keputusan juga akan berubah, dan evaluasi harus disesuaikan dengan keadaan tersebut. Pada tingkat perencanaan, pembuat program memerlukan informasi tentang masalah dan kapasitas organisasi. Selama dalam tingkat implementasi administrator memerlukan informasi tentang proses yang sedang berjalan. Bila program sudah selesai, keputusan-keputusan penting akan dibuat berdasarkan hasil yang dicapai. Sebagai akibatnya, evaluator harus mengetahui dan mengerti perkembangan program dan harus siap menyediakan bermacam-macam informasi pada bermcam-macam waktu. Idealnya program dan sistem evaluasi dikembangkan bersama, tapi hal ini tidak selalu dapat terjadi. Malahan sering evaluator diminta mengevaluasi setelah program berjalan.
Biasanya evaluator bekerja mundur, dari berbagai butir keputusan untuk mendesain kegiatan pengumpulan data yang relevan untuk mengurangi keragu-raguan. Evaluator memerlukan 2 macam informasi dari klien. Pertama, ia harus mengetahui butir-butir keputusan penting pada setiap periode selama program berjalan. Kedua, ia perlu mengetahui macam informasi yang mungkin akan sangat berpengaruh untuk setiap keputusan. Tentu ada juga beberapa keputusan yang dibuat berdasarkan politik dan pertimbangan lain yang tidak berhubungan dengan informasi yang relevan.
Keunggulan pendekatan ini adalah perhatiannya terhadap kebutuhan pembuat keputusan yang khusus dan pengaruh yang makin besar pada keputusan program yang relevan.
Keterbatasan pendekatan ini adalah banyaknya keputusan penting dibuat tidak pada waktu yang tepat, tapi dibuat pada waktu yang kurang tepat. Seringkali banyak keputusan tidak dibuat berdasarkan data, tapi tergantung pada impresi perorangan, politik, perasaaan, kebutuhan pribadi, dan lain-lain. Dalam hal ini evaluator mungkin dapat memberi pengaruh positif yang lebih objektif dan rasional.
Pengaruh pendekatan ini terhadap pemfokusan evaluasi, seperti yang diperkirakan bahwa proses penfokusan evaluasi berasal dari pembuat keputusan sendiri. Orang tersebut mungkin direktur program, dewan direksi, kelompok klien, karyawan, dan lain-lain. Evaluator perlu mengetahui dan menentukan siapa di antara orang-orang tersebut yang memegang kunci keputusan dan berkonsultasi dengannya. Evaluator mencoba mempelajari sebanyak mungkin tentang konteks keputusan.
2.7.4.Pendekatan berorientasi pemakai
Sejak tahun 70-an, evaluasi merupakan suatu komponen standar dari hampir semua program yang dibiayai masyarakat. Para evaluator menjadi sibuk, namun banyak yang merasa kurang puas atas hasil usahanya. Ketidakpuasan ini disebabkan laporan mereka hanya berpengaruh sedikit sekali terhadap program yang mereka evaluasi. Walaupun evaluasi sudah mencoba mengukur sampai sejauhmana tujuan program telah dicapai, tapi hasilnya tidak seperti yang mereka harapkan.
Sebagai jawaban atas hal tersebut, para peneliti mulai meneliti masalah utilisasi evaluasi. Mereka mulai mengumpulkan bukti-bukti empiris yang membatasi pemakaian informasi. Sejumlah faktor-faktor positif berhasil dirumuskan, termasuk keterlibatan langsung para pemegang kunci keputusan, ketepatan waktu informasi, dan kepekaan terhadap konteks organisasi. Lebih-lebih lagi keterlibatan personel tampaknya memegang peran penting dalam mempromosikan pemakaian evaluasi.
Karena banyak faktor-faktor positif dapat dipengaruhi oleh perilaku evaluator, sejumlah peneliti mengembangkan pendekatan baru yang menekankan apda perluasan pemakaian informasi. Hal ini disebut pendekatan the user oriented.
Evaluator dalam pendekatan ini menyadari sejumlah elemen yang cenderung akan mempengaruhi kegunaaan evaluasi. Hal ini termasuk elemen-elemen seperti cara-carapendekatan dengan klien, kepekaan, faktor kondisi, dan situasi seperti kondisi yang telah ada (pre-existing condition), keadaan organisasi dan pengaruh masyarakat, dan situasi dimana evaluasi dilakukan dan dilaporkan. Elemen yang palig penting mungkin keterlibatan pemakai yang potensial selama evaluasi berlangsung. Evaluator dalam hal ini mencoba melibatkan orang-orangpenting kedalam proses evaluasi, sehingga mereka akan merasa tidak asing lagi terhadap informasi atau hasil evaluasi apabila disodorkan kepada mereka, karena itu juga merupakan hasil kerja m,ereka. Kurang ditekankan pada laporanakhir dan lebih banyak melibatkan dan berkomunikasi dengan erat dengan para pemegang kunci keputusan.
Evaluator menekankan usaha pada pemakai dan cara pemakaian informasi. Urusan desain, teknik analisis data atau penjelasan tentang tujuan evaluasi juga mungkin penting, tapi tidak sepenting yang pertama. Evaluator menerima kenyataan bahwa ada hal-hal yang tak terduga dalam setiap program. Hal-hal di luar program mungkin akan mempengaruhi program, dan evaluasi yang berguna harus peka terhadap hal tersebut dan harus dapat beradaptasi.
Kelebihan pendekatan ini adalah perhatiannya terhadap individu yang berurusan dengan program dan perhatiannya terhadap informasi yang berguna untuk individu tersebut. Hal ini tidak hanya membuat evalusi menjdi berguna, tetapi juga dapat menciptakan rasa telah berbuat bagi individu tersebut, dan hasil evaluasi akan selalu dipakai.
Keterbatsan pendekatan ini adalah ketergantungannya terhadap kelompok yang sama dan kelemahan ini bertambah besar pengaruhnya sehingga hal-hal lain di luar itu kurang mendapat perhatian. Kelompok itu dapat berganti komposisi berkali-kali dan ini dapat m,engganggukelangsungan atau kelancaran kegiatan evaluasi. Akhirnya mereka yang lebih banyak bicara dan lebih persuasif dapat berpengaruh lebih besar. Lagi pula, sulit untuk mengatakan atau meyakinkan bahwa semua minat dapat tertampung.
Pengaruh terhadap pemfokusan evaluasi. Orang yang menganut pendekatan ini, yang mementingkan pemakaian informais bagi klien atau pemakai, maka orang tersebut harus menaruh perhatian besar kepada orang-orang yang berpengaruh terhadap keputusan program dan pada konteks atau lingkungan dimana proses itu dilakukan.
2.7.5.Pendekatan Responsif
Pendekatan ini merupakan pendekatan yang paling lain dari kelima bentuk pendekatan yang telah dibicarakan sebelumnya. Evaluasi responsif percaya bahwa evaluasi yang berarti yaitu yang mencari pengertian suatu isu dari berbagai sudut pandang dari semua orang yang terlibat, yang berminat, dan yang berkepentingan dengan program. Evaluator tak percaya ada satu jawaban untuk suatu evaluasi program yang dapat ditemukan dengan memakai tes, kuesioner, atau analisis statistik. Tapi setiap orang yang dipengaruhi oleh program merasakannya secara unik, dan evaluator mencoba menolong menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan melukiskan atau menguraikan kenyataan melalui pandangan orang-orang tersebut. Tujuan evaluator adalah berusaha mengerti urusan program melalui berbagai sudut pandang yang berbeda.
Evaluator juga mengadopsi pendekatan yang bermacam-macam dalam penelitioannya dan dalam masalah mencari tahu dinamika organisasi. Evaluasi responsif ditandai oleh ciri-ciri penelitian yang kualitatif naturalistik, bukan kuantitatif. Bukan mengumpulkan data dengan instrumen tes atau kuesioner, tapi evaluator mengandalkan ebservasi yang langsung atau tidak langsung terhadap kejadian dan interpretasi data yang impresionestik. Evaluator mengobservasi, merekam, menampi data, mengecek pengatahuan awal peserta preogram, dan mencoba membuat model yang mencerminkan pandangan berbagai kelompok. Dengan jalan ini evaluator mencoba responsif terhadap orang-orang yang berkepentingan dengan hasil evaluasi, bukan pada permintaan desain penelitian atau teknik pengukuran dan teknik analisis sama sekali. Elemen yang penting dalam pendekatan responsif adalah pengumpulan dan menyintesis data. Tes tradisional dan instrumen biasanya merupakan petimbangan kedua. Data utama dalam pendekatan responsif adalah observasi langsung dan tak langsung, dan bentuk laporan adalah studi kasus atau gambara deskriptif. Evaluator bertindak sebagai organisator antropologis, pencari pengertian realitas melalui perspektif orang terhadap program, peserta program dan kelompok lain yang dipengaruhi oleh program tersebut.
Kelebihan pendekatan responsif adalah kepekaannya terhadap berbagai titik pandang, dan kemampuannya mengakomodasi pendapat yang ambigis dan tidak fokus. Pendekatan responsif dapat beroperasi dalam situasi dimana terdapat banyak perbedaan minat dari kelompok yang berbeda-beda, karena mereka dapat mengatur pendapat tersebut dengan cara yang tepat. Demikian juga evaluasi responsif dapat mendorong proses perumusan masalah dengan menyediakan informasi yang dapat menolong orang mengerti isu lebih baik.
Keterbatasan pendekatan ini terhadap pemfokusan evaluasi adalah evaluator menghabiskan banyak waktu berbicara dengan klien, mengamati kegiatan program, mencoba menyaring hal-hal yang dipandang penting oleh klien, dan masalah-masalah, konsep-konsep dan isu-isu dari berbagai sudut pandang. Akibatnya, evaluator harus dapat menempatkan diri di tempat orang lain.
2.7.6.Goal Free Evaluation (Evaluasi Bebas Tujuan)
Alasan penggunaan pendekatan ini adalah banyaknya hasil yang tidak sesuai dengan tujuan program. Tujuan biasanya atau pada umumnya hanya formalitas saja. Fungsi evaluasi dalam pendekatan ini adalah untuk mengurangi bias dan menambah objektifitas. Dalam evaluasi yang berorientasi pada tujuan, seorang evaluator diberitahu tujuan proyek dan karenanya membatasi dalam persepsinya, tujuan berlaku sebagai penutup mata (blinders). Yang menyebabkannya melewati hasil penting yang langsung berhubungan dengan tujuan.
Berikut ini merupakan ciri-ciri evaluasi bebas tujuan.
1.Evaluator sengaja menghindar untuk mengetahui tujuan program
2.Tujuan yang telah dirumuskan terlebih dahulu tidak dibenarkan menyempitkan fokus evaluasi.
3.Evaluasi bebas tujuan berfokus pada hasil yang sebenarnya, bukan pada hasil yang direncanakan
4.Hubungan evaluator dan manajer dengan karyawan proyek dibuat seminimal mungkin.
5.Evaluasi menambah kemungkinan ditemukannya dampak yang tak diramalkan.
2.7.7.Pendekatan Kontingensi (Contingency Approach)
Pendekatan contingency adalah gabungan dari berbagai macam pendekatan yang dikemukan oleh para pakar evaluasi. Dari hasil gabungan tersebut akan menghasiolkan sebuah pendekatan evaluasi yang komprehensif dan menyeluruh yakni meliputi internal dan eksternal, serta dapat difungsikan bagi beberapa aspek-aspek lainnya seperti untuk pengambilan keputusan dan laporan evaluasi.
Untuk melakukan pendakatan dalam penelitian ini, maka peneliti menggunakan jenis pendekatan The user oriented approach (pendekatan orientasi pemakai) dalam melakukan pendekatan terhadap penelitian. Karena dinilai cocok dengan sistem evaluasi PPSDI sebagai objek peneliatian

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Metode dan Pendekatan Penelitian
3.1.1.Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif-deskriptif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk memaparkan situasi atau peristiwa.9 Maksudnya adalah penelitian yang bertujuan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami, dirasakan maupun yang dilakukan oleh subjek penelitian secara holistik dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah.
Sedangkan metode deskriptif adalah metode yang hanya memaparkan situasi atau peristiwa yang berhubungan dengan data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Hal ini disebabkan oleh adanya penerapan metode kualitatif. Selain itu, semua data yang dikumpulkan yang kemungkinan menjadi kunci dan sangat penting terhadap penelitian yang sudah diteliti. Sehingga dapat memudahkan bagi peneliti dalam melakukan penelitian.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan fenomenologis, artinya peneliti mencoba memaparkan peristiwa dan kejadian yang terjadi di lapangan sesuai dengan apa adanya atau peneliti menerjemahkannya dengan menggunakan bahasa peneliti sendiri. Sehingga unsur subyektifitas dan kredibilitas peneliti dalam penelitian ini sangat kuat dan besar.
3.1.2.Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan fenomenologis, yaitu peneliti berusaha memahami arti sebuah peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang dalam situasi tertentu. Pendekatan ini tidak berasumsi bahwa peneliti mengetahui arti sesuatu bagi orang-orang yang sedang diteliti, akan tetapi menekankan pada aspek subyektif dari perilaku orang. Peneliti berusaha masuk ke dalam dunia konseptual subyek yang diteliti sedemikian rupa sehingga peneliti mengerti apa dan bagaiamana suatu pengertian yang dikembangkan oleh mereka di sekitar peristiwa dalam kehidupannya sehari-hari.
Penggunaan metode deskriptif dengan pendekatan fenomenologis ini didasari beberapa pertimbangan sebagai berikut; pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda; kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakekat hubungan antara peneliti dan responden; ketiga, metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi10.
3.2. Jenis Dan Sumber Data
3.2.1.Jenis Data
Jenis data dalam penelitian ini bercorak kualitatif-deskriptif karena peneliti bermaksud meneliti pelaksanaan evaluasi program lembaga PPSDI dengan mengumpulkan data, mengolah secara kualitatif dengan mengasumsikan secara kualitatif juga sehingga melalui proses tersebut peneliti dapat menarik kesimpulan dengan data-data yang ada.
3.2.1.1. Data Kualitatif
Data kualitatif ini berupa keterangan-keterangan yang berhubungan dengan evaluasi program dakwah PPSDI yang meliputi; tujuan evaluasi program.
3.2.2.Sumber Data
Ada beberapa sumber data yang dibutuhkan peneliti dalam penelitian ini yaitu:
3.2.2.1. Data Utama
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subyek penelitian dengan menggunakan alat pengambil data langsung, yakni subyek sebagai sumber informasi yang dibutuhkan, seperti wawancara langsung dengan komisaris, direktur dan stafnya. Data primer penelitian kualitatif adalah berupa kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati dan diwawancarai dalam penelitian.
3.2.2.2. Data Tambahan
Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung untuk mendukung penulisan pada penelitian ini melalui dokumen atau catatan yang ada baik dari lembaga yang diteliti atau tulisan-tulisan karya ilmiah dari berbagai media.
3.3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam memperoleh data yang dibutuhkan sebagai bahan pembuatan laporan penelitian, terdapat beberapa tehnik, cara atau metode yang dilakukan oleh peneliti dan disesuaikan dengan jenis penelitian kualitatif yaitu:
3.3.1.Wawancara
Menurut Lexy J Moeleong11, dijelaskan bahwa wawancara adalah percakapan dengan maksud-maksud tertentu. Pada metode ini peneliti dan responden berhadapan langsung (Face To Face) untuk mendapatkan informasi secara lisan dengan tujuan mendapatkan data yang dapat menjelaskan permasalahan penelitian. Sesuai dengan jenisnya, maka dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis wawancara seperti yang dikatakan oleh Faisol (1990: 63) yaitu:
a.Wawancara berstruktur, yaitu wawancara yang dilakukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan secara sistematis dan pertanyaan yang diajukan telah disusun sebelumnya.
b.Wawancara secara terang-terangan, tehnik ini dipergunakan untuk memperoleh informasi secara leluasa dengan baik dan benar dari lawan bicara, karena berawal dari keterbukaan dan keterusterangan bahwa peneliti menginginkan beberapa informasi dari responden.
3.3.2.Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, notulen, rapat agenda, dan lain-lain12. Instrumen ini digunakan sebagai pedoman yang berhubungan dengan studi teori dan gambaran umum tentang lembaga PPSDI.
Sumber dokumentasi pada umumnya dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu dokumentasi resmi; surat keputusan, surat instruksi, dan bukti kegiatan yang dikeluarkan oleh kantor atau organisasi yang bersangkutan, dan sumber dokumentasi tak resmi; surat, nota, surat pribadi yang memberikan informasi kuat terhadap suatu kejadian.
Dalam penelitian dengan teknik pengumpulan data berupa dokumentasi, maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan check-list untuk mencari variabel yang sudah ditentukan sebelumnya yakni mengenai evaluasi program PPSDI.
3.4. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen adalah alat untuk mengumpulkan data yang berupa pedoman wawancara, key informan, dan peneliti sendiri, karena peneliti sebagai pengumpul data yang mempengaruhi faktor instrumen. Adapun reliabilitas dan validitasnya lebih pada kelayakan dan kredibilitas peneliti karena alat ukur dalam penelitian kualitatif bersifat kualitatif juga, sehingga sangat abstrak, akan tetapi lengkap dan mendalam.
3.4.1. Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian dengan pendekatan kualitatif, faktor manusia merupakan faktor utama dalam pengumpulan data. Sebab peneliti terjun langsung dalam penelitian ini, sehingga peneliti merupakan instrumen utama dalam penelitian ini
3.4.2. Pedoman wawancara
Pedoman wawancara merupakan instrumen pengumpul data yang berisi sejumlah pertanyaan yang diajukan kepada ketua PPSDI yang menuntun dan mengarahkan peneliti untuk mendapatkan data yang berhubungan dengan penelitian. Pedoman waawancara berisi sejumlah pertanyaan yang berhubungan dengan pelaksanaan evaluasi program-program lembaga tersebut yang meliputi; latar belakang penggunaan evaluasi, tujuan dan manfaat evaluasi, waktu pelaksanaan evaluasi, pelaksana evaluasi, dan metode evaluasi, dan model evaluasi yang digunakan dalam mengevaluasi program-programnya.
3.5. Teknik Analisa Data
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik analisa data secara induktif, yakni peneliti berangkat dari fakta-fakta pendukung yang spesifik menuju pada arah yang lebih umum untuk mencapai suatu kesimpulan atau untuk membangun teori baru. Penggunaan analisa induktif ini karena beberapa alasan sebagai berikut:
a.Proses induktif lebih dapat menemukan kenyataan-kenyataan ganda sebagaimana terdapat dalam data.
b.Analisis induktif lebih dapat membuat hubungan peneliti dan responden menjadi eksplisit, dapat dikenal dan akuntabel.
c.Analisis induktif lebih dapat menguraikan latar belakang secara penuh dan dapat membuat keputusan tentang dapat atau tidaknya pengalihan kepada suatu latar lainnya serta lebih dapat menemukan pengaruh.
Setelah data-data tersebut diperoleh, maka peneliti melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a.Peneliti menelaah data-data dari berbagai sumber, yaitu dari hasil wawancara, hasil pengamatan lapangan, dan dokumentasi yang peneliti peroleh selama pelaksanaan penelitian.
b.Mereduksi data dengan jalan membuat abtraksi, yaitu usaha membuat rangkuman yang inti, proses, dan pernyataan-pernyataannya perlu dijaga sehingga tetap berada di dalamnya.
c.Setelah peneliti mereduksi data dengan cara membuat abtraksi, maka, peneliti menyusun dalam satuan-satuan dan kategorisasi yang dilakukan sambil membuat koding. Satuan merupakan alat untuk menghaluskan data. Setelah itu, peneliti mengadakan pemeriksaan keabsahan data.
3.6. Prosedur Penelitian
Dalam tahap-tahap penelitian ini, peneliti mengikuti pendapat Lexy J Moeleong13 yang membagi tahap-tahap penelitian menjadi tiga tahapan, yaitu; tahap pra-lapangan, tahap kegiatan lapangan dan tahap analisis data.
3.6.1. Tahap Pra Lapangan
Dalam tahap ini peneliti melakukan persiapan yang diperlukan sebelum mulai terjun ke lapangan untuk melakukan penelitian. Ada enam tahap kegiatan yang harus dilakukan oleh peneliti dalam tahapan ini, yaitu:
a. Menyusun rancangan penelitian.
Dalam tahap pra-lapangan, yang pertama kali dilakukan adalah menyusun rancangan penelitian. Rancangan pada dasarnya merencanakan kegiatan sebelum dilaksanakan, yaitu usaha merencanakan dan menentukan segala kemungkinan dan perlengkapan yang diperlukan dalam suatu penelitian kualitatif.14
Rancangan penelitian ini dibuat untuk menentukan arah penelitian sesuai dengan tujuan yang dikehendaki oleh peneliti. Hal ini dilakukan untuk menghindari penyimpangan yang tidak diinginkan dalam penelitian nantinya.
b.Memilih lapangan penelitian.
Dalam memilih lapangan penelitian yang perlu dipertimbangkan adalah keterbatasan geografis dan praktis seperti waktu, biaya dan tenaga. Dan perlu juga dilihat apakah ada kesesuaian antara rumusan masalah dengan kenyataan di lapangan. Pemilihan lapangan penelitian yang tepat akan memberikan hasil yang maksimal dalam penelitian yang dilakukan.
c.Mengurus perizinan.
Pengurusan perizinan sangat diperlukan untuk kelancaran pelaksanaan penelitian nantinya. Untuk itu peneliti perlu mengetahui siapa saja yang harus dimintai izin dalam pelaksanaan penelitian nantinya.
d.Menjajaki dan menilai lapangan.
Maksud dan tujuan penjajakan lapangan adalah untuk lebih mengenal segala unsur lingkungan fisik, sosial dan keadaan alam di lokasi penelitian, sehingga peneliti dapat mempersiapkan diri, mental maupun fisik, serta menyiapkan perlengkapan yang diperlukan.
Selain itu, tahapan ini dilakukan untuk menilai keadaan, situasi, latar, dan konteksnya, apakah terdapat kesesuaian dengan masalah, yaitu hipotesis kerja dengan teori substantif seperti yang digambarkan dan dipikirkan sebelumnya oleh peneliti.
e.Memilih dan memanfaatkan informan.
Dalam penelitian kualitatif, pemilihan informan yang tepat akan sangat menunjang keberhasilan penelitian. Oleh sebab itu, peneliti berusaha untuk mendapatkan informan yang memiliki pengetahuan yang lebih tentang objek penelitian, serta dengan sukarela menjadi informan dalam penelitian ini.
f.Menyiapkan perlengkapan penelitian.
Sebelum mulai terjun ke lapangan, peneliti harus menyiapkan segala perlengkapan yang dibutuhkan dalam penelitian nantinya. Segala sesuatunya harus disiapkan sebaik mungkin untuk memperlancar kegiatan penelitian. Hal ini membutuhkan penanganan yang cermat untuk mengetahui segala perlngkapan yang dibutuhkan selama penelitian.
3.6.2. Tahap Lapangan
Agar dalam penelitian nanti dapat diperoleh hasil yang baik, maka ketika kegiatan lapangan mulai dilakukan, peneliti harus memahami latar penelitian serta mempersiapkan diri, baik secara fisik maupun mental. Pada saat memasuki lapangan, peneliti berusaha menjalin keakraban dengan subjek penelitian, agar selama penelitian nanti, mereka secara sukarela mau memberikan informasi yang dibutuhkan oleh peneliti.
Peran serta peneliti dalam kegiatan yang dilakukan oleh subjek penelitian perlu dilakukan untuk lebih memahami sikap mereka, sambil mengumpulkan dan mencatat data yang diperlukan terkait dengan penelitian ini.
3.6.3. Tahap Penyelesaian
Analisis data adalah proses pengorganisasian dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Pengorganisasian dan pengelolaan data tersebut bertujuan menemukan tema dan hipotesis kerja yang akhirnya diangkat menjadi teori substantif.
Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan bersamaan dengan proses pengumpulan data di lapangan dan dikerjakan secara intensif sesudah meninggalkan lapangan.
BAB IV
SAJIAN DATA PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum PPSDI HIDAYATULLAH Surabaya
4.1.1.Sejarah Berdiri PPSDI Hidayatullah Surabaya
Lembaga penelitian PPSDI berdiri pada tahun 2004, Lembaga ini lahir atas dasar timbulnya keinginan dari Ust. H.Hanifullah dan Ust Abdur Rohim sebagai pendiri PPSDI untuk mengaplikasikan ajaran ajaran islam kepada segenap ummat islam yang tidak menampakkan keperibadian islam yang sesungguhnya. Selama ini islam hanya berupa teori saja, padahal konsep ajaran islam sangat sempurna dan solusi bagi permasalahan ummat islam sejak dulu, kini dan akan datang. Untuk itulah lembaga PPSDI akan menjembatani hal tersebut.
4.1.2.Dasar Pemikiran PPSDI Hidayatullah
Konsep dakwah Hidayatullah adalah sistematika nuzulnya wahyu atau yang dikenal dengan SNW. SNW berisi 5 surat yang diturunkan pertama kali secara berurutan yang dimulai dari surat al-‘Alaq, al-Qolam, al-Muzzammil, al-Muddatstsir, dan al-Fatihah. Bagi jamaah Hidayatullah, konsep tersebut merupakan sebuah manhaj yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dari konsep itu pulalah, PPSDI hendak menyebarkan SNW kepada masyarakat luas dan berbagai lapisan serta tingkatan masyarakat.
4.1.3.Visi PPSDI
Visi PPSDI adalah menjadikan lembaga PPSDI sebagai partner setiap perusahaan yang menjadikan nilai-nilai keluhuran religius sebagai nafas bisnisnya.
4.1.4.Misi PPSDI
a.Menanamkan nilai-nilai keluhuran religius melalui pelatihan sumber daya manusia, perusahaan-perusahaan besar dan kecil sebagai partner pembinaan yang bisa memenuhi kebutuhan training sumber daya manusia berbasis religius.
b.Mewujudkan kebangkitan bangsa yang menyatu dengan detak jantung setiap jiwa yang mengikuti training.
c.Membantu lembaga yang akan tumbuh sehat dan mampu mengemban visi dan misinya jika ada nilai-nilai utama yang menjiwai para pekerjanya.
d.Smart for corporate membantu manajemen memberikan solusi dengan menghidupkan kekuatan dari dalam jiwa manusia itu sendiri untuk menumbuhkan nilai-nilai yang diterapkan dalam realita tidak berhenti sampai slogan saja.
4.1.5.Tujuan PPSDI
Adapun tujuan dari PPSDI dalam mengadakan pelatihan adalah:
a.Membedah diri melalui anatomi diri
1.Mengenali jati diri yang suram
2.Mengenali sikap mental dan kebiasaan buruk yang dilakukan sehari-hari
3.Mengenali nilai-nilai utama dalam diri manusia
4.Menumbuhkan sifat-sifat utama yang bersumber dari fitrah rohani
5.Melatih diri bertekad merubah perilaku kebiasaan buruk menjadi positif
b.Membentuk sikap dasar (basic attitud)
1.Mengikuti kegiatan fisik kedesiplinan
2.Mengikuti kegiatan religius dan ibadah (shalat jamaah, shalat tahajjud, dzikir, halaqah, muhasabah)
3.Mengikuti kegiatan rtekreatif dan olahraga
c.Mengenal dimensi budaya kerja
1.Mengenal visi dan misi serta budaya perusahaan
2.Mengenal komitmen perusahaan terhadap karyawan
3.Mengenal budaya pelayanan sepenuh hati
4.Melakukan kegiatan bersama tentang komitmen diri dan perusahaan
d.Melakukan Out Door Exercise untuk mengembangkan Teamwork
1. Melakukan tossname, spider web
2. Melakukan blind square
3. Mengungkap komunikasi dalam tim
4.1.6.Target PPSDI
a.Membantu peserta mengenali diri melalui muhasabah (evaluasi), agar mampu mengenali sikap utama yang dimiliki dalam dirinya dan mengasah menjadi karakter untuk mencapai visi hidupnya
b.Menumbuhkan kesadaran nurani yang baru, menjadikan hati nurani yang fitrah sebagai pembimbing dalam hidupnya.
c.Peserta mampu membuat tekad baru dalam hidupnya untuk menjadikan fitrah ruhani sebagai sumber dorongan nilai utama. Yang diwujudkan dalam komitmen dan lingkungan kerja sehari-hari.
4.1.7.Sasaran PPSDI
Dalam melakukan pelatihan, lembaga PPSDI melakukan pelatihan terhadap beberapa perusahaan-perusahaan dan masyarakat sekitar yaitu:
a.Wilpos VII se-jawa timur (Sidoarjo, Mojokerto, Nganjuk, Jombang, Bangkalan, Sampang, Sumenep, Bojonegoro, Malang, Blitar, Batu, Jember, Banyuwangi, Madiun, Pacitan, Kediri, Pare, Tulung Agung).
b.PT. Indosat regional jawa timur
c.PT. Bank Negara Indonesia Tbk kantor wilayah 06 Surabaya
d.Bank Tabungan Negara Sidoarjo
e.Pertamina Balikpapan
f.PT. Pos Indonesia Surabaya
g.Sakinah Swalayan Surabaya
h.PT. Lentera Jagad Abadi
i.LAZ NAS BMH Surabaya
j.Jamaah haji Baitus Salam
k.Mahasiswa Universitas Trunojoyo Bangkalan
l.Sekolah Menengah Umum Barunawati Perak Surabaya
m.Sekolah Integral Luqman Al Hakim Suarabaya
n.Sekolah Dasar Wonokusumo 5 Surabaya
o.SMP Muhammadiyah Suterejo Surabaya
p.SMP Muhammadiyah 2 Genteng Surabaya
q.SD se Kecamatan Semampir Surabaya
r.SD se Kecamatan Sukomanunggal Surabaya
4.1.8.Struktur Organisasi PPSDI
Struktur Organisasi dari lembaga PPSDI yaitu
a. H. Hanifullah (Instruktur Nasional Hidayatullah, Alumni ESQ training eksekutif 26 di Jakarta)
b. Abdullah Azzam (Trainer Dari Bandung)
c. Suhail ( Trainer dari Malang)
d. Shohibul Anwar ( Trainer dari Surabaya)
e. Mas’ud ( Bidang Administrasi)
4.1.9.Program unggulan PPSDI
Adapun progeram-program unggulan PPSDI adalah
- Spiritual Motivation Training (SMART)
- Smart for Corporate
- Smart for Leader
- Smart for Family
- Smart for Kids
- Smart for Teens
- Smart for Group
- Smart for Individual
4.2.Sajian data tentang Evaluasi program dakwah PPSDI Hidayatullah Surabaya
4.2.1. Evaluator program dakwah PPSDI
Dalam mengevaluasi program-programnya, maka evaluator program-program tersebut terbagi menjadi;
a. Evaluator internal yang dilakukan oleh anggota PPSDI yang meliputi Ketua, sekretaris, dan bendahara serta anggota trainer lainnya
b.Evaluator eksternal yang terdiri dari stakeholders atau peserta pelatihan serta orang-orang yang merasakan dan berinteraksi langsung dengan pelatihan yang diadakan leh PPSDI.
4.2.2.Waktu pelaksanaan Evaluasi program dakwah PPSDI
Adapaun waktu pelaksanaan evaluasi program pelatihan PPSDI adalah;
1.Formal, adalah waktu dimana evaluasi dilakukan oleh semua komponen PPSDI secara formal dan rutin seperti evaluasi tiap akhir bulan.
2.Informal, adalah waktu dimana evaluasi dilakukan secara insidentil seperti setelah selesainya proses pelatihan dengan meminta penilaian langsung dari peserta pelatihan lewat pesan dan kesan peserta.
4.2.3.Tujuan evaluasi program dakwah PPSDI
Evaluasi yang dilakukan oleh lembaga PPSDI dalam setiap pelatihan bertujuan;
1.Untuk mengetahui efektifitas pelaksanaan pelatihan dari segi waktu, metode, efek, serta biaya pelatihan.
2.Untuk menghetahui tingkat partisipasi peserta pelatihan yang diadakan oleh PPSDI
3.Untuk mengetahui tingkat keandalan materi yang diberikan kepada peserta pelatihan
4.Untuk memberikan feedback kepada pelatihan-pelatihan yang diadakan di waktu yang lain.
4.2.4.Obyek Evaluasi program dakwah PPSDI
Obyek evaluasi PPSDI adalah;
1.Trainer atau da’i/instruktur
2.Peserta atau mad’u
3.Materi pelatihan
4.2.5.Metode, Teknik dan Pendekatan evaluasi program dakwah PPSDI
a.Metode evaluasi program dakwah PPSDI
Metode evaluasi yang digunakan oleh PPSDI adalah metode skala nilai15 yang diurut mulai dari 1 sampai 5 yang mewakili nilai paling buruk hingga istimewa.

b.Teknik evaluasi program dakwah PPSDI
Teknik yang digunakan oleh PPSDI adalah quesioner dan individual.
c.Pendekatan evaluasi program dakwah PPSDI
Pendekatan yang digunakan oleh PPSDI adalah pendekatan individual dan kelompok.

BAB V
ANALISA DATA
5.1. Relevansi Hasil Temuan dengan Teori
Untuk menganalisis paparan data di atas, maka data tersebut dapat dianalisis sebagai berikut:
1.Dari perspektif latar belakang
Evaluasi yang dilakukan oleh PPSDI dilatar belakangi oleh adanya kebutuhan akan respon peserta pelatihan atau orang yang mengikuti program atau pelatihan PPSDI, artinya PPSDI hendak mengetahui bagaimana program-programnnya ditinjau dari perspektif peserta pelatihan serta untuk memperbaiki program-programnya ke depan.
2.Dari perspektif waktu (Time)
Bahwa evaluasi program yang dilakukan oleh PPSDI Hidayatullah Surabaya merupakan kegiatan yang dilakukan secara rutin dan insidentil. Artinya secara berkala dan terjadwal, PPSDI mengevaluasi program-program yang sudah dan akan dilaksanakan. Begitu pula secara insidentil, yakni evaluasi tersebut terkait dengan program atau pelatihan yang diadakan oleh PPSDI di sebuah institusi atau lembaga dimana PPSDI langsung meminta tanggapan dari para peserta atau audiens pelatihan.
3.Dari perspektif evaluator (Evaluator)
Dari perspektif evaluator, maka evaluator terhadap program-program PPSDI ada dua, yaitu;
a.Evaluator internal. Evaluator internal adalah pihak PPSDI sendiri mulai dari direktur, sampai para trainer PPSDI, artinya pihak internal PPSDI yang mengevaluasi program-program pelatihannya sesuai dengan waktu yang telah dijadwalkan. Apabila dikorelasikan dengan waktu evaluasi, maka evaluasi tersebut terbagi dua yaitu evaluasi terjadwal yakni dilakukan di waktu-waktu tertentu sesuai dengan jadwal seperti evaluasi yang dilakukan di akhir bulan dan di akhir pelatihan yang diadakan oleh PPSDI sendiri atau oleh pihak lain. . Dan evaluasi yang dilakukan secara insidentil atau tidak terjadwal seperti evaluasi yang dilakukan tanpa terikat dengan waktu atau jadwal.
b.Evaluator eksternal. Evaluator eksternal adalah evaluator yang terdiri dari peserta atau audien program-program PPSDI. Evaluator eksternal bisa mengevaluasi program-program pelatihan PPSDI tanpa terikat dengan waktu artinya mereka dapat mengevaluasi program-program PPSDI apabila mereka menemui beberapa ketidaksesuaian antara materi dengan tujuan pelatihan, maka mereka langsung memberikan evaluasi atau penilaian terhadap prtogram-program tersebut. Evaluator eksternal bersifat insidentil yakni tidak terikat dengan waktu dan bisa terjadi kapan saja.
4.Dari perspektif Obyek evaluasi (What)
Obyek yang dievaluasi meliputi hal-hal sebagai berikut :
a.Materi
Evaluasi terhadap materi sangat penting dalam sebuah lembaga termasuk PPSDI terutama ketika akan mengadakan pelatihan, sehingga ketika dalam pelaksanaan pelatihan nantinya terlaksana sesuai dengan apa yang direncanakan dan diharapkan oleh lembaga PPSDI.
b.Trainer
Dalam sebuah lembaga pelatihan, trainer merupakan pihak yang sangat penting, oleh karena itu PPSDI juga melakukan evaluasi terhadap para trainer-trainernya agar pelatihan yang dilakukan dapat terlaksana dengan baik.
5.Dari perspektif tempat (Where)
Tempat dilakukannya evaluasi adalah tempat pelatihan dilaksanakan dan kantor PPSDI dimana evaluasi yang dilakukan di kantor tersebut aadalah evaluasi yang dilakukan secara terjadwal dan formal.
6.Dari perspektif metode (Method)
Metode yang digunakan PPSDI dalam mengevaluasi program-programnya terutama di akhir pelatihan para trainer menyediakan angket untuk mengetahui tanggapan dari peserta pelatihan tentang metode dan program dalam pelatihan PPSDI.
Selain dari perspektif-perspektif di atas, program-program PPSDI dapat dianalisis dari Model yang digunakan dalam mengevaluasi program-programnya. Dari paparan data di atas, maka dapat dijelaskan bahwa Model evaluasi yang digunakan PPSDI dalam menagevaluasi program-programnya adalah model UCLA, yaitu program improvement yang memberikan informasi tentang bagaimana program berfungsi, bagaimana program bekerja, atau berjalan?. Apakah menuju pencapaian tujuan, adakah hal-hal atau masalah-masalah baru yang muncul tak terduga?. artinya evaluasi yang dilakukan oleh PPSDI menekankan pada hal-hal sebagai berikut;
1.Cara kerja program
Penekanan pertama evaluasi model UCLA adalah terhadap cara kerja program. Penekanan terhadap cara program PPSDI tersebut adalah utilitas atau pemanfaatan hasil evaluasi tersebut terhadap perbaikan cara kerja program secara khusus dan secara umum menekankan pada cara kerja sistem PPSDI.
2.Fungsi program dalam upaya mencapai tujuan program
Penekanan yang kedua adalah terletak pada fungsi program dalam upaya mencapai tujuan program. Penekanan yang kedua dari model ini dalam evaluasi program dakwah PPSDI adalah evaluasi tersebut dimanfaatkan terhadap fungsi program dalam mencapai tujuan program PPSDI Hidayatullah Surabaya.
3.Untuk menemukan hal-hal atau masalah-masalah baru yang muncul tak terduga
Penekanan ketiga dari evaluasi tersebut adalah terletak pada fungsi evaluasi tersebut dalam rangka menemukan hal-hal atau masalah-masalah baru yang muncul tak terduga. Artinya evaluasi tersebut lebih difungsikan untuk menemukan hal-hal yang bisa menghambat program dakwah PPSDI Hidayatullah Surabaya.
Adapun pendekatan yang digunakan oleh PPSDI adalah pendekatan yang berorientasi pada tujuan, artinya tujuan yang ingin dicapai oleh PPSDI merupakan alat ukur utama dalam menentukan keberhasilan program yang dijalankan oleh PPSDI.

BAB VI
PENUTUP
6.1. KESIMPULAN
Dari hasil analisis di atas, maka sesuai dengan tujuan penelitian yakni untuk mendeskripsikan dan mengetahui evaluasi yang digunakan oleh PPSDI dalam mengevalauasi program dakwahnya, maka peneliti menyimpulkan bahwa model evaluasi yang digunakan oleh PPSDI dalam mengevaluasi programnya adalah model UCLA. model UCLA terdidiri dari lima macam evaluasi yaitu (a). Sistem assessment, yang memberikan informasi keadaan atau posisi sistem. (b). Program planning, membantu pemilihan program tertentu yang mungkin akan berhasil memenuhi kebutuhan program. (c). Program implementation, yang menyiapkan informasi apakah program sudah diperkenalkan kepada kelompok tertentu yang tepat seperti yang direncanakan?. (d). Program improvement, yang memberikan informasi tentang bagaimana program berfungsi, bagaimana program bekerja, atau berjalan?. Apakah menuju pencapaian tujuan, adakah hal-hal atau masalah-masalah baru yang muncul tak terduga?.(e). Program certification. Yang memberikan informasi tentang nilai atau guna dan manfaat program. Kelima macam evaluasi tersebut tercakup dalam model UCLA. Dari lima macam evaluasi tersebut, peneliti menggunakan program improvement yaitu Program improvement dapat memberikan informasi tentang cara kerja program, cara pencapaian tujuan serta kendala-kendala yang mungkin muncul selama program dijalankan.

Masing-masing dari kelima macam evaluasi yang termasuk dalam model UCLA tersebut memberikan titik tekan sebagai berikut; sistem assessment memberikan informasi tentang keadaan atau posisi sistem. Program planning membantu dalam pemilihan program tertentu yang mungkin akan berhasil memenuhi keberhasilan program. Program implementation memberikan informasi tentang kesesuaian antara program dengan obyek yang dituju sesuai dengan yang sudah direncanakan. Program improvement dapat memberikan informasi tentang cara kerja program, cara pencapaian tujuan serta kendala-kendala yang mungkin muncul selama program dijalankan. Program certification dapat memberikan informasi tentang nilai manfaat dan guna program yang direncanakan atau yang sudah dilakukan.
Adapun pendekatan yang digunakan oleh PPSDI dalam mengevaluasi program dakwahnya adalah pendekatan yang berorientasi pada tujuan yaitu cara yang paling logis untuk merencanakan suatu program adalah merumuskan tujuan umum dan khusus dan membentuk kegiatan program untuk mencapai tujuan tersebut. Hal yang sama juga diperoleh pada pendekatan orientasi tujuan pada evaluasi. Pendekatan ini memakai tujuan program sebagai kriteria untuk menentukan keberhasilan. Evaluator mencoba mengukur sampai dimana pencapaian tujuan telah dicapai. dan pendekatan yang berorientasi pada pemakai yaitu evaluator menekankan usaha pada pemakai dan cara pemakaian informasi, evaluator menerima kenyataan bahwa ada hal-hal yang tak terduga dalam setiap program, dan evaluasi yang berguna harus peka terhadap hal tersebut dan harus dapat beradaptasi. Pendekatan yang berorientasi pada tujuan menjadiakan tujuan sebagai kriteria keberhasilan pelaksanaan sebuah program. Sedangkan pendekatan yang berorientasi pada pemakai menekankan pada upaya memaberikan informasi kepada pengguna atau peserta program.
6.2. SARAN
Dari hasil analisis itu pulalah, maka peneliti mengajukan saran-saran sebagai upaya perbaikan di masa selanjutnya. Model UCLA mempunyai lima macam evaluasi. Kelima macam evaluasi tersebut haruslah diterapkan pada semua sistem yang terdapat di PPSDI, mulai dari trainer, materi dan kompoenen-kompoenen lainnya yang terkait dengan program PPSDI. Kelima macam evaluasi tersebut adalah sebagai berikut;
a.Sistem Assessment. Sistem assessment dapat memberikan informasi tentang keadaan atau posisi suatu sistem.
b.Program Planning. Program planning membantu pemilihan program tertentu yang mungkin akan berhasil memenuhi kebutuhan program.
c.Program Implementation. Program implementation dapat menyiapkan informasi apakah program sudah diperkenalkan kepada kelompok tertentu yang tepat seperti yang direncanakan.
d.Program Improvement. Program improvement dapat memberikan informasi tentang bagaimana program berfungsi, bagaimana program bekerja, atau berjalan?. Apakah menuju pencapaian tujuan, adakah hal-hal atau masalah-masalah baru yang muncul tak terduga ?
e.Program Certification. Program certification dapat memberikan informasi tentang nilai atau guna dan manfaat program.
Begitu juga dalam penggunaaan pendekatan. Pendekatan yang berorientasi pada tujuan merupakan pendekatan yang menekankan pada pencapaian tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah program.
6.3. PENUTUP
Alhamdulullah, segala puji bagi Allah swt yang telah memberikan anugerah, pertolongan dan bimbingan kepada peneliti, sehingga penyusunan karya ilmiah ini dapat rampung sesuai dengan harapan peneliti. Sholawat dan salam semoga tetap bagi junjungan kita nabi Muhammad saw, keluarga, sahabat, dan pengikutnya yang setia hingga akhir zaman. Wallahu a’lam bish-showaab.

 0 Orang Yang Ngoceh:

Post a Comment

<< Home